Friday 16 May 2014

Pertanggungjawaban Pidana Korporasi

1. Doktrin strict liability

Menurut doktrin strict liability, pertanggungjawaban pidana dapat dibebankan kepada pelaku tindak pidana bersangkutan dengan tidak perlu dibuktikan adanya Mens Rea/kesalahan (kesengajaan atau kelalaian) para pelaku dan cukup dibuktikan bahwa pelaku telah melakukan perbuatan yang dilarang oleh ketentuan pidana atau tidak melakukan perbuatan yang diwajibkan oleh ketentuan pidana.

 

2. Doktrin  vicarious liability (diatur dalam Pasal 116 UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup)

Menurut doktrin vicarious liability, seseorang agen atau pekerja korporasi bertindak dalam lingkup kerjanya dan bermaksud menguntungkan korporasi, melakukan suatu kejahatan, tanggung jawab pidananya dapat dibebankan pada perusahaan. Persoalan mendasar dari doktrin ini adalah apabila korporasi secara normatif telah mengeluarkan kebijakan untuk menghindari kesalahan sehingga perbuatan individu semata-mata dinilai sebagai pertanggungjawaban yang bersifat individual.

 

3. Ijzerdraad-arrest (H.R. 23-2-1954, N.J.1955, NR.378),

Berdasarkan ijzerdraad-arrest (H.R. 23-2-1954, N.J.1955, NR.378), pemilik perusahaan dapat dimintai pertanggungjawaban terhadap suatu tindak pidana yang dilakukan oleh bawahannya  dengan dua kriteria yaitu:

Apakah kesalahan yang dilakukan oleh bawahannya termasuk dalam kewenangan yang diberikan oleh pemilik perusahaan;

Apakah pemilik perusahaan menerima atau menyetujui tindakan yang dilakukan oleh bawahannya.

 

No comments:

Post a Comment