Sunday 19 December 2010

Resume Penemuan Hukum Dari Buku Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo,S.H

A.   Menemukan Hukum
Untuk dapat menyelesaikan atau mengakhiri suatu perkara atau sengketa setepat – tepatnya hakim harus terlebih dahulu mengetahui secara obyektif tentang duduk perkara sebenarnya sebagai dasar putusannya dan bukan secara a priori menemukan putusannya sedang pertimbangannya kemudian dikonstruir. Setelah Hakim menganggap terbukti peristiwa yang menjadi sengketa yang  men bahwa hakim telah dapat mengconstatir peristiwa yang menjadi sengketa, maka Hakim harus menentukan peraturan apakah yang menguasai sengketa antara keduabelah pihak. Ia harus menemukan hukumnya, ia harus mengkualifisir peristiwa yang dianggapnya terbukti.
            Hakim dianggap tahu akan hukumnya (ius curia novit). Soal menemukan hukumnya adalah urusan hakim dalam mempertimbangkan putusannya wajib karena jabatannya melenkapi alasan –alasan hukum yang tidak dikemukakan oleh para pihak (Ps. 178 ayat 1 HIR, 189 ayat 1 Rbg).

B.   Prosedur Penemuan Hukum
Penemuan Hukum ( rechtsvinding) tidak merupakan suatu kegiatan yang berdiri sendiri, tetapi merupakan kegiatan yang runtut dan berkesinambungan dengan kegiatan pembuktian.
Menemukan atau mencari hukumnya tidak sekedar mencari undang – undangnya untuk dapat diterapkan pada peristiwa konkrit yang dicarikan hukumnya. Untuk mencari atau menemukan hukumnya atau undang – undangnya untuk dapat diterapkan pada peristiwa konkrit, peristiwa konkrit itu  harus diarahkan kepada undang – undangnya, sebaliknya undang – undangnyaharus disesuaikan dengan peristiwanya yang konkrit. Peristiwannya yang konkrit harus diarahkan kepada undang – undangnya agar undang –undang itu dapat diterapkan pada peristiwanya yang konkrit, sedangkan undang – undangnya harus disesuaikan dengan peristiwanya yang konkrit agar isi undang – undang itu dapat meliputi peristiwanya yang konkrit.
Setelah hukumnya diketemukakan dan kemudian hukumya (undang - undangya) diterapkan pada peristiwa hukumnya, maka hakim harus menjatuhkan putusannya. Untuk itu Ia harus memperhatikan 3 faktor yang seyogyanya diterapkan secara proporsional, yaitu : keadilan, kepastian hukum dan kemamfatan. Dalam menjatuhkan setiap putusan, hakim harus memperhatikan keadilan, kepastian hukum dan kemamfaatan. Hanya memperhatikan satu faktor berarti mengorbankan faktor – faktor lainnya.
Sumber – sumber untuk menemukan hukum bagi hakim ialah : perundang – undangan, hukum yang tidak tertulis, putusan desa, yurisprudensi dan ilmu pengetahuan.
Hukum yang tidak tertulis yang hidup di dalam masyarakat merupakan sumber bagi hakim untuk menemukan hukum. hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai – nilai hukum yang hidup dalam masyarakat dan Ia harus memberi putusan berdasar atas kenyataan sosial yang hidup dalam masyarakat itu. Dalam hal ini Hakim dapat meminta keterangan dari para ahli, kepala adat dan sebagainya.
Putusan desa merupakan sumber menemukan hukum bagi hakim diletakkan secara tertulis dalam pasal 120a HIR (Ps. 143a Rbg). Putusan desa ini merupakan penetapan Administratif oleh hakim perdamaian desa yang bukan merupakan lembaga peradilan yang sesungguhnya, melainkan merupakan lembaga eksekutif, sehingga hakim dalam lingkungan peradilan umum tidak berwenang untuk menilai putusan desa dengan membatalkan atau mengesahkannya.
Yurisprudensi merupakan sumber hukum juga. Ini tidak berarti bahwa hakim terikat pada putusan mengenai perkara yang sejenis yang sejemis yang pernah diputuskan. Suatu Putusan itu hanyalah mengikat para pihak (Ps. 1917 BW). Lain halnya dengan di negara yang menganut asas “the binding force of precedent” atau “stare decicis” maka putusan pengadilan tidak hanya mengikat para pihak, tetapi juga hakim. Di Indonesia pada asasnya tidak dikenal asas the binding force of precedent (Ps. 1917 BW)
Sifat terikatnya pada precedent pada hakikatnya sifat setiap peradilan. Memang janggallah rasanya kalau peristiwa yang serupa diputus berlainan, kalau pengadilan Negeri misalnya menjatuhkan putusan yang berlainan atau bertentangan dengan Putusan Mahkamah Agung atau Pengadilan Tinggi atau Putusannya sendiri mengenai perkara yang sejenis.
Kalau tiap kali ada putusan yang berlainan mengenai perkara yang sejenis, maka tidak ada kepastian hukum. Tetapi sebaliknya kalau hakim terikat mutlak pada putusan mengenai perkara yang sejenis yang pernah diputuskan maka hakim tidak bebas untuk mengikuti perkembangan masyarakat melalui putusan – putusannya.
Ilmu Pengetahuan merupakan sumber pula untuk menemukan hukum. kalau perundang – undangan tidak memberi jawaban dan tidak pula ada putusan pengadilan mengenai perkara sejenis yang akan diputuskan, maka Hakim akan mencari jawabannya pada pendapat para Sarjana Hukum. Oleh karena itu Ilmu pengetahuan itu obyektif sifatnya, maka Ilmu Pengetahuan merupakan sumber untuk mendapatkan bahan guna mendukung atau mempertanggungjawabkan putusan hakim.
Tugas Hakim adalah mengambil dan menjatuhkan keputusan yang mempunyai akibathukumbagi pihak lain. Untuk dapat memuaskan pihak lain dengan putusannya atau agar putusannya dapat diterima oleh pihak lain, maka ia harus meyakinkan pihak lain denagn alasan – alasan atau pertimbangan – pertimbangan bahwa putusannya itu tepat atu benar. Dalam hal ini beberapa pihak lain yang menjadi sasaran hakim yaitu:
1.      Para Pihak
Dengan sendirinya para pihak yang berperkaralah yang terutama mendapat perhatian dari hakim, karena Ia harus menyelesaikan atau memutuskannya.
2.      Masyarakat
Hakim harus mempertanggungjawabkan putusannya terhadap masyarakat dengan melengkapi alasan – alasan. Masyarakat bukan hanya mempunyai pengaruh terhadap putusannya, tetapi juga terhadap hakim. Hakim harus memperhitungkan perkembangan masyarakat. Putusannya harus sesuai dengan perkembangan masyarakat.
3.      Pengadilan Banding
Pada umumnya hakim dari pengadilan tingkat pertama akan kecewa apabila putusannya dibatalkan oleh Pengadilan Banding. Oleh karena itu wajarlah kalau hakimdari tingkat peradilan pertama selalu berusaha sekeras – kerasnya agar putusannya tidak dibatalkan oleh Pengadilan banding.
4.      Ilmu Pengetahuan
Setiap putusan harus diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum. Ilmu Pengetahuan hukum selalu mengikuti peradilan untuk mengetahui bagaimana peraturan –peraturan hukum itu dilaksanakan dalam praktek peradilan dan peraturan – peraturan baru manakah yang diciptakan oleh peradilan
C.   Beberapa Aliran dalam Menemukan Hukum oleh Hakim
1.      Legisme
Pada abab pertengahan timbullah aliran yang berpendapat bahwa satu – satunya sumber hukum adalah Undang – undang, sehingga Hakim terikat pada Undang – undang pada peristiwa yang konkrit (Ps. 20,21 AB). Hakim hanyalah Subsumprie automaat, sedangkan metode yang dipakai adalah geometri yuridis (van Apeldoorn, hal 301). Kebiasaan hanya mempunyai kekuatan hukum apabila ditunjuk oleh undang – undang (Ps 3 AB). Hukum dan Undang – undang adalh identik.yang dipentingkan disini adalah kepastian hukum.
2.      Begriffsjurisprudenz
Menurut aliran ini undang – undang sekalipun tidak lengkap tetap mempunyai peranan penting, tetapi hakim mempunyai peranan yang lebih aktif.
Aliran ini melihat hukum sebagai suatu sistem atau satu kesatuan tertutup yang menguasai semua tingkah laku sosial. Menurut aliran ini pengertian huku tidaklah sebagai sarana, tetapi sebagai tujuan sehingga ajaran hukum menjadi ajaran tentang pengertian (Begriffsjurisprudenz), suatu permainan pengertian, Begriffsjurisprudenz ini mengkuktuskan ratio dan logika : pekerjaan hakim semata – mata bersifat logis ilmiah.
Aliran ini sangat berlebih – lebihan karena berpendapat bahwa hakim tidak hanya boleh mengisi kekosongan Undang – undang saja, tetapi bahkan boleh menyimpang.
3.      Aliran yang Berlaku Sekarang
Aliran ini berpendapat bahwa sumber hukum tidak hanya undang – undang atau peradilan saja. Banyak hal – hal yang tidak sempat diatur oleh Undang – undang : undang – undang banyak kekosongannya. Kekosongan ini diisi oleh peradilan melalui penafsiran hakim. Disamping Undang – undang dan peradilan masih terdapat hukum yang tumbuh di dalam masyarakat, yaitu hukum kebiasaan.

No comments:

Post a Comment